Informasi tentang jual beli tanah, rumah, property dan bisnis di Cibinong
Minggu, 12 Februari 2017
Hukum Makelar Dalam Kajian Islam 1
Makelar Halal Versus Makelar Haram
Pendahuluan:
Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Suatu transaksi perniagaan, kadang kala melibatkan berbagai pihak. Diantara pihak yang sering memiliki andil besar bagi tercapainya suatu kesepakatan akad ialah makelar. Karenanya, melalui tulisan sederhana ini, saya mengajak anda untuk mengenali berbagai hukum terkait tentangnya. Dengan demikian, anda dapat menyikapi makelar dengan tepat atau mungkin juga menjadi makelar benar menurut syari’at agama anda.
Hukum Percaloan:
Ulama’ ahli fiqih telah sepakat bahwa makelar adalah suatu pekerjaan yang halal, dan telah dikenal sejak dahulu kala.
Sahabat Qais bin Abi Gharzah radhiallahu ‘anhu mengisahkan: Dahulu kami ini dijuluki sebagai “para calo” (As Samasirah). Dan pada suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melintasi kami, maka beliaupun memeberi kami nama yang lebih baik. Beliau bersabda: “Wahai para pedagang, sesungguhnya jual-beli itu biasanya diiringi oleh perbuatan sia-sia dan sumpah, karenanya campurilah dengan seddekah.” Riwayat Abu Dawud, At Tirmizy dan An Nasa’i.
Imam Bukhari dalam kitab shahihnya membuat satu bab spesial tentang hukum upah yang dipungut oleh para makelar. Pada bab ini beliau menukilkan fatwa boleh ini dari sahabat Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu, Ibnu Sirin, Atha’ bin Abi Rabah, Ibrahim An Nakhai dan Al Hasan Al Basri.
Hukum halal ini juga selaras dengan keumumam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:
المسلمون على شروطهم إلا شرطا حرم حلالا أو حل حراما
“Seluruh umat islam berkewajiban memenuhi persyaratan yang telah mereka sepakati. Kecuali persyaratan yang mengharamkan sesuatu yang nyata-nyata halal atau menghalalkan sesuatu yang nyata-nyata haram.” At Tirmizy.
Bentuk Makelar Yang Halal:
Anda pasti tahu bahwa tujuan para makelar atau calo ialah mendapatkan upah atau fee dari penjual atau pembeli atau keduanya yang mereka layani. Wajar bila masalah upah makelar memiliki pengaruh sangat besar pada hukum pekerjaan mereka. Yang demikian itu, dikarenakan mereka bukanlah pemilik barang atau jasa yang diperjual-belikan, dan bukan pula sebagai pemilik uang.
Agar anda mengenal hukum makelar berdasarkan ketentuan upah yang mereka peroleh, saya mengajak anda untuk menyimak penegasan ulama’-ulama’ terdahulu tentang ketentuan upah makelar.
1. Model pertama: Pengguna jasa makelar tidak membatasi keuntungan
‘Atha’ meriwayatkan dari sahabat Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu:
“Dahulu beliau membolehkan anda untuk menyerahkan bajumu kepada makelar, lalu engkau berkata:: Juallah baju ini, dengan harga sekian dan sekian, selebihnya adalah milikmu.” Ibnu Abi Syaibah
Imam Ahmad bin Hanbal dan juga Ishaq bin Rahuyah rahimahullah menilai bahwa Ibnu Abbas berpendapat demikian, karena beliau memperlakukan ucapan pemilik baju ini sebagai akad mudharabah (bagi hasil). (Fathul Bari oleh Ibnu Hajar 4/451)
Model ini juga dapat berlaku pada pembelian, misalnya pembeli berkata kepada makelar: belikan saya barang dengan harga sekian, dan bila engkau mendapatkan barang dengan harga yang lebih murah, maka selisih harganya milikmu.
2. Model Kedua: Dengan keuntungan yang ditentukan.
Diantara model percaloan yang dihalalkan ialah dengan membuat kesepakatan tentang keuntungan atau upah yang diberikan kepada makelar. Misalnya penjual berkata: bila engkau berhasil menjualkan barang ini, maka engkau aku beri upah sekian.
Penentuan upah makelar ini dapat dituangkan dalam bentuk nominal tertentu, misalnya Rp. 100.000 , dan dapat pula dalam bentuk prosentase. Asalkan besaran keuntungan yang dijanjikan disepakati oleh kadua belah pihak, maka semuanya itu halal. Yang demikian itu karena makelar mendapatkan upah atas jasa yang ia berikan, yaitu berupa menjualkan atau membelikan barang. Dan bisa juga jasa yang diberikan oleh makelar hanya sebatas menghubungkan antara pemilik barang dengan pembeli.
Selanjutnya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar